Laman

Wednesday, January 18, 2012

ANTARA KEBERAGAMAN DAN KESERAGAMAN


Oleh Acep Zamzam Noor
BANGSA indonesia sebenarnya memiliki jiwa pluralisme yang kuat karena sejak awal sudah menyadari adanya pluralitas . pluralitas tersebut meliputi Agama, budaya, tradisi, bahasa, suku atau ras yang semuanya dihormati keberadaannya dengan menepatkan pancasila sebagai ideologi negara.  Penetapan ideologi ini bukan sekedar utopia yang muncul dari kepala pendiri negara, namun merupakan gambaran nyata masyarakat indonesia yang memang sejak awal sudah beragama. Bukan hanya beragama, bahkan sudah melebur satu sama lain tanpa harus merasa kehilangan identitas masing-masing.
                Pluralisme adalah sebuah kerangka di mana terdapat interaksi berbagai kelompok  yang menunjukkan rasa saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Semangat pluralisme menawarkan sebuah pemahaman bahwa dalam  menjalani kehidupan manusia mesti saling terbuka. Betapa pun berbeda dalam banyak hal bahkan dalam segala hal, namun tetap bisa hidup berdampingan, bisa saling mencintai dan mengakui keberadaan masing-masing, serta bisa bekerjasama  demi kepentingan dan kesejahteraan semua . apa yang menjadi semangat dari pluralisme tersebut sebenarnya sudah dimiliki  masyarakat kita sejak dulu meskipun tanpa memakai istilah tersebut. Budaya, tradisi, kesenian, juga kearifan dari berbagai suku dan adat di seluruh penjuru tanah air mencerminkan semangat pluralisme itu.
                Hanya sayang, dalam perjalanannya keberagaman yangdimiliki bangsa inibanyak tersandung kepentingan-kepentingan sempit penguasa. Pada masa Orde baru misalnya, keberagaman yang sebenarnya merupakan  sebuah anugerah malah dianggap sebagai ancaman perpecahan segingga muncul upaya untuk menyeragamkannya atau menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut dengan alasan persatuan dan kesatuan. Maka lahirlah wacana kebudayaan nasional sebagai puncak kebudayaan-kebudayaan daerah. Namun upaya penyeragaman yang digagas pemerintah ini hasilnya bukan saling melengkapi satu sama lain sehingga menciptakan keutuhan, Melainkan justru menimbulkan benih-benih kecurigaan dan ketakutan di antara kelompok-klompok masarakat, yang mungkin saja sengaja di kondisikan penguwasa untuk melanggengkan kekuasaannya.         

                Di era Reformasi benih-benih kecurigaan dan ketakutan terhadap perbedaan yang disematkan pada era sebelumnya berbuah menjadi tindakan-tindakan nyata yang sangat mengerikan. Kini perang antar suku, perselisihan antar suku, perselisihan antar agama, penerapan syariat yang dipaksakan lewat aturan pemerintah daerah yang diskriminatif, penyerangan terhadap mereka yang berbeda keyakinan terjadi di mana-mana. Di tasikmalaya saja misalnya, hampir setip minggu masjid-masjid ahmadiyah dilempari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, begitu juga rumah-rumah penganut Wahidiyah. Sedikit saja warga tionghoa membuat kesalahan yang berbau SARA, tuduhannya adalah pelecehan agama. Peran polisi diambil alih oleh mereka yang mengaku santri.

No comments:

Post a Comment